MENGAPA YA, 10 HAL INI TIDAK PANTAS MELEKAT PADA ULAMA’?

Esai : 09   

Selasa, 19 Desember 2017

Oleh : Marzuki Ibn Tarmudzi

Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi

Mas Lantip buru-buru sekali keluar dari Masjid seusai sholat jama’ah sholat Isya’. Tiba-tiba-berhenti di serambi Masjid. Menoleh kanan kiri bak harimau yang keluar gua untuk mencari mangsa. Pandangannya mantap ke jalan lurus depan Masjid. Wajahnya sumringah lalu mengambil sandalnya dan lari tergopoh-gopoh menerobos derai hujan mengejar seseorang dari  halaman Masjid. Ia mendapati dan mengajak jabat tangan dengan seseorang yang memakai payung itu.

“Pakde Waringiiin, Assalamu’alaikum”

Mereka tampak berjabat tangan. Ternyata Mas Lantip ingin menemui Pakde Waringin. Berbinar-binar matanya bertemu Pakde Waringin laiknya seorang ibu membesuk anaknya di pesantren, yang sudah lama tidak bertatap muka. Ia girang tak ubahnya sopir yang meneteskan air mata karena kehilangan kendaraannya lalu bersujud syukur sebab telah menemukannya di bantaran sungai.

“Wa’alaikum salam. Lho! Mas Lantip, kapan pulangnya?”

Pakde Waringin juga tampak kaget. Lama juga tak bertatap muka dengan anak muda itu. Mas Lantip, pemuda yang sedang menuntut ilmu di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Semangatnya tolabul ilmi tinggi, meski ambil jurusan ekonomi, semangatnya belajar diniyah, ilmu agama tak padam. Di luar kegiatan kampus masih menyempatkannya untuk menghadiri majlis-majlis taklim di Masjid Besar Surabaya itu. Semangatnya mencari ilmu tak padam bak pengumpul dolar yang tetap mengais-ngais meski isi rekeningnya bertumpuk-tumpuk.

“Baru datang tadi sore. Anu Pakde, mau ngajak mampir ngopi dulu di warungnya Bude Warsini”

Mas Lantip memegangi tangan Pakde Waringin. Tampak memaksa. Pakde Waringin memahami dan mengikut saja kemauan anak muda itu. Hal seperti itu biasanya ada hal yang perlu diomongkan.

Hujan rintik-rintik sedari bakda Ashar tadi membikin suasana kampung tampak kurang bergairah. Warung Bude Warsini hanya tampak Mas Kelik, yang sedang asyik memainkan senar gitarnya. Sekali ia menyapa kedatangan Pakde Waringin dan Mas Lantip. Lalu ia kembali fokus memainkan senar gitarnya. Derai hujan beriringan dengan denting senar guitar.

.....jreng...jreeeng......Suuugih tanpo bondo digdooyo tanpo aji, trimah mawi pasrah sepi pamrih tebih ajrih... .....jreng...jreeeng......Suuugih tanpo bondo digdooyo tanpo aji, trimah mawi pasrah sepi pamrih tebih ajrih.....

Penyanyi level kampung itu menarik nafas, memejamkan mata, mengolah petikan guitarnya untuk memperoleh denting yang sesendu mungkin. Lalu terdengar ia meninggikan nada suaranya meski masih dalam suara yang pelan bersama dentingan guitar dan diiringi suara gemerincing air :

laanggeeeng tanpo susaaah tanpo seneeeeng anteng mantheeeeng sugeng jeneeeng... laanggeeeng tanpo susaaah tanpo seneeeeng anteng mantheeeeng sugeng jeneeeng jreeengg..jreng.

Suara yang fals. Pakde Waringin sumringah melihat performace Mas Kelik itu. Liriknya itu milik Sosrokartono, sedangkan aransemennya mengambil melodi lagu Banyuwangian yang masyhur itu : “....manise yo manise wong jenenge koyo manggis, (Kalau boleh jujur lagu banyuwangian itu memang merdu). Padhang mbulan ing pesisir Banyuwangi (Kalau saya diberi bakat membuat aransemen musik, ingin rasanya membikin lagu Pop berinspirasikan lagu Banyuwangi)...... Wes kelakon semene rasane rikoyo ingsun edyani....”.

Pakde Waringin dan Mas Kelik dengan atraktifnya langsung memberikan applause. That it’s kafe’ performance yang entertain, dan syarat akan pesan : Jadilah manusia yang mempunyai paradigma, cara berpikir  yang komprehensif, yang luas. Harapannya, kehidupan ini akan lebih harmonis. Baik dan buruk itu memang ada, namun keduanya bisa bertabrakan jika kita berpikir sempit. Belajar menjadi manusia yang arif bijaksana, “ummatan wasathon [[1]], keseimbangan, Nol oportunis, “langgeng tanpo susah tanpo seneng”. Bingung yooo.... dipikir wae karo mapan turu.

Baca esai lain :
Esai 001 : Menjadi Muslim Jaman Now, Bukan Meniru Jejak Setya Novanto
Esai 002 : Hidung Pesek Dan Balancing
Esai 003 : Belajar Jurus Untuk Menjaga Diri Bukan Membela Diri
Esai 004 : Indonesia dan Khilafah

Mas Kelik senyum malu dengan tepukan tangan itu. Guitarnya pun di letakkan di depannya lalu menghempaskan badannya di kursi panjang itu. Mas Lantip bereaksi dengan mengeluarkan secarik kertas bertuliskan arab yang bertuliskan tangan. Melihat adegan itu Mas Kelik penasaran, bertanya-tanya: apakah itu syair arab mayshur yang diperolehnya dari browsing? Apakah itu do’a untuk memperlengket hubungan? Apakah itu rapalan untuk mendeteksi seseorang yang terkena pengaruh jin? Atau, jangan-jangan itu amalan berupa wiridan untuk menarik orang-orang  supaya simpati dalam penggalangan dana dan masa untuk menggulingkan rezim Donald Trump di Amerika Serikat, karena sudah berani-beraninya mendeklarasikan Yerusalem city, as capital of the colonial, sebagai ibukota zionis itu. Ah, apa ya....sembari garuk-garuk kepala.

“Anu Pakde, saya mau menanyakan perihal atsar, perkataan seorang ulama’ Yahya bin Mua’dz Ar Razi r.a. ini, diktat ini saya tulis ketika mengikuti Kajian Kitab Nashoihul ‘ibad, karya Syeikh Muhammad Nawawi Ibnu Umar Al-Jawi, di majlis taklim kemarin tentang, sepuluh hal yang tidak pantas disukai oleh ulama’,” sembari memberikan secarik kertas itu kepada Pakde Waringin.

Mas Kelik bangkit dari tidurannya. Pertanyaannya itu seketika membikin porak-poranda konstelasi lelah dan kantuknya. Kretek di sakunya itupun dikeluarkan dan disulutnya. Cekatan juga ia membelesakkan pisang goreng di meja ke gerahamnya.

Berhati-hati Pakde Waringin memperhatikan dan membaca diktat itu  :
يا صاحب العلم والسنة قصوركم قيصرية. وبيوتكم كسرية ومساكنكم قرونية وابوابكم طلوتية وثيابكم جالوتية ومذاهبكم شيطانية وضياعكم مروانية وولايتكم فرعونية وقضاتكم عاجلية اصحاب الرشوة غشاشة وائمتكم جاهلية فاين المحمدية
Wahai, yang mempunyai ilmu dan sunah, gedung-gedungmu ala Kaisar Romawi, rumah-rumahmu ala Kisro Persia, tempat-tempat tinggalmu ala Qorun zaman Nabi Musa, gerbang-gerbangmu ala raja Thalut, busana-busanamu semewah jalut, jalan-jalan hidupmu aliran setan, perbuatan-perbuatamu aliran Marwan, kekuasaanmu macam Fir’aun, hakim-hakimu gegabah dalam memutus hukum lagi genar makan suap dan khianat, dan para imanmu setolol Jahiliyah, kalau begitu di mana pelaksanaan ajaran Muhammad?”[[2]]

Pakde Waringin sembari menikmati kepulan kreteknya merenungkannya isi secarik kertas itu. Menerobos spektrum huruf-huruf itu : Ada sepuluh hal keduniawian yang tidak pantas disukai oleh ulama’ : Pertama, gedung-gedung yang ala Kaisar Romawi. Kedua, rumah-rumah yang ala Kisro Persia. Ketiga tempat-tempat tinggal yang ala Qorun zaman Nabi Musa. Keempat gerbang-gerbang ala raja Thalut. Kelima, busana-busana yang semewah jalut. Keenam, jalan-jalan hidup yang beraliran setan. Ketujuh, perbuatan-perbuatan seperti aliran Marwan. Kedelapan, kekuasaan macam Fir’aun. Kesembilan, hakim-hakim gegabah dalam memutus hukum lagi gemar makan suap dan khianat. Kesepuluh, para imanmu setolol Jahiliyah. [[3]]

 Mas Lantip tak berhenti memandangi Pakde Waringin. Menunggu ilmu yang keluar dari mulutnya. Ia bak seorang ibu yang menjemput anaknya di terminal yang tak putus pandangannya mengawasi gesture dan wajah-wajah orang yang turun dari bus.

Berbeda dengan Mas Kelik, pemuda yang nyentrik ini lebih santai. Ia menunggu ucapan dari Pakde Waringin sembari menghisap kreteknya. Baginya, hal yang keluar dari Pakde Waringin, masih butuh dikunyah-kunyah lagi. Mas Kelik bukan tipe orang yang suka makanan jadi, ia sreg jika makanan itu dibawa pulang dan digoreng lagi. Ia adalah pengamen jalanan yang mengkampanyekan anti fastfood. Dan menyuarakan : pemuda anti “mansturbasi”[[4]]

“Maksudnya itu ya, jangan sampai hal-hal keduniawian itu menghilangkan kecintaannya pada sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah, sehingga melalaikan kegiatannya dalam berkutat dengan ilmu-ilmu agama”, ucap Pakde Waringin sembari menatap kepada Mas Lantip.

BOLEHKAH MENJADI MUSLIM KAYA RAYA?
“Kenapa ya Pakde, seakan-akan dalam Islam itu menumpuk-numpuk materi, bermegah-megahan itu kok tidak diperkenankan?”[[5]]

Baca esai yang lain :
Esai 005 : Fundamentalisme Badar
Esai 006 : Havana, oh na..na..ah sit! Fuck you trump
Esai 007 : Menghadap Allah dengan hati yang selamat (1)
Esai 008 : Menghadap kepada  Allah dengan hati yang selamat (2)

Sekonyong-koyong Mas Kelik mengkritik sikap Islam, yang menurut perspektifnya : Islam antipati terhadap budaya barat yang glamor, freedom of spech, menjunjung human right, etc.

 “Yang dikutuk Allah itu bukan sikap menumpuk-numpuk hartanya, tapi sikapnya yang kikir dan tidak mau mengkontribusikannya, menginfaqkannya di jalan Allah itu. Di Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menyuruh muslim untuk bersedekah, berinfaq itu menunjukkan bahwa Allah Swt. menyuruh muslim untuk kaya. Bekerjalah sungguh-sungguh, menabunglah sungguh-sungguh supaya dapat bersedekah dan naik haji”, Pakde Waringin menjelaskan.

Mas Kelik mencoba menerima jawaban dari Pakde itu. Merasa belum ada bantahan, ia kunci rapat-rapat mulutnya sembari ngrokok. Ia lihat, raba, cium, baru setelah dirasa aman dikunyah berkali-kali dengan gerahamnya hingga lembut baru ia masukkan jawaban Pakde Waringin itu dalam konsep berpikirnya.

“Bagaimana menyikapi sistem ekonomi yang memiskinkan rakyat ini Pakde?”, Mas Lantip laiknya Crish John yang tidak membiarkan lawannya tenang dalam ring tinju, ia terus hantam Pakde Waringin dengan pertanyaan lain.

“Kamsudmu pijimane tow, aku nd’ ngerti pertanyaanmu, ketinggian  mas?”, Pakde Waringin laiknya pemancing mania ia tarik-tarik umpan itu supaya ikan incarannya mau menyantapnya.

Mas Lantip diam. Tak faham betul tentang pertanyaannya. Seperti penuntut yang tidak punya fakta meteriil yang kuat atas gugatannya.

“Sistem apa to, kapitalis, sosialis atau apa”, Pakde mengejar

“Itu lho Pakde banyaknya koruptor di Indonesia”,

“Itu dampak dari sistem hukum yang tidak adil. Bukan kesalahan sistem ekonomi. Penegakan hukum yang adil, tepat serta efektif, secara otomatis akan memberi ruang bagi ppara pejabat instansi maupun institusi pemerinah tanpa harus di teropong terus menerus oleh KPK, sehingga mereka tidak merasa khawatir untuk dikriminalisasi. Perihal mereka akan mencari celah untuk mengakali sistem hukum, kita yakin sepenjang penegakan hukum berjalan dengan adil, tepat dan efektif, maka sepandai-pandai tupai melonpat akan jatuh juga”.

KEDIGDAYAAN, KEKUASAAN DAN SIKAP BERSYUKURNYA NABI SULAIMAN AS.  
Pakde Waringin melanjutkan : lihatlatlah! Belajarlah! Kepada Nabi Sulaiman As, dengan memIliki bala tentara berupa manusia, hewan, Jin, Istananya yang paling megah di dunia tidak menjadikannya angkuh, sewenang-wenang, arogan, adigang-adiguno.[[6]] Justru ia malah bersyukur. “Maka Dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) Perkataan semut itu. dan Dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (QS. An-Naml [27]: 19)

Dalam Al-Qur’an diceritakan, bagaimana tentang istana Nabi Sulaiman yang pintu gerbangnya terbuat dari kaca dengan pilar-pilar yang menjulang tinggi. Di dekat singgasananya, terdapat ruangan sangat luas dengan lantai yang seolah-olah adalah genangan air padahal kaca. Bukankah ratu Bilqis pernah menjinjing pakaiannya hingga betis ketika melewati tempat ini. Namun ketika Nabi Sulaiman mengatakan itu hanya kaca sang ratu pun tertunduk malu dan mengakui kehebatan Nabi Sulaiman As. “Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke dalam istana". Maka tatkala Dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. berkatalah Sulaiman: "Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca". berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam". (QS. An-Naml [27]: 44)

   ISLAM MEMERINTAHKAN MANUSIA UNTUK AKTIF BUKAN PASIF
Emang iyya Pakde, Allah sudah menjamin rezeki, misalnya makanan gitu, untuk semua makhluk?”, tanya Mas Kelik yang sedari tadi hanya menjadi pendengar setia.

Pakde menjawab : Buktinya, semua makhluk kan bisa makan to. Yang jelas Allah menyuruh manusia itu untuk mau bergerak. Jemput bola bukan menunggu bola. Sebab Allah telah menyediakan semua makanan untuk makhluknya. “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-A’rof [7]: 10). Ayat itu mengajarkan kita semua untuk aktif bukan pasif.

ORANG KAFIR PUN DIJAMIN REZEKINYA OLEH ALLAH
Bude Warsini pun baru datang menghantarkan kopi, setelah hampir satu jam duduk. Maklum, tadi baru saja membeli gas lpj yang habis. Dan tiba-tiba ia juga bercelethuk, “Gusti Allah itu memang penuh kasih sayang ya Pakde, lha wong yang ndak mau sholat saja masih bisa makan, minum dan rokokan”[[7]]

Mereka tampak tersenyum dengan celethukan itu. Dan kopi yang masih panas itu membikinnya tak sabar untuk diseruput. Bagi mereka, kopi panas tak ubahnya makan siang setelah sedari pagi mencangkul ladang di bawah terik matahari.

“Memangnya, Allah akan gulung tikar jika memberi makan kepada semua makhluknya. Dan memangnya, Allah akan turun derajatnya jika semua makhluk kafir semua. Memangnya Allah butuh disembah oleh ciptaannya, yang butuh Allah, itu kita semua ini, pastinya jin dan manusia. Kedua jenis makhluk itu dengan jelas ditegaskan dalam Al-Qur’an, tidak lain diciptakan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah[[8]]”, ucap Pakde dengan terkekeh-kekeh.

DO’A AGAR MAMPU BERSYUKUR
“Supaya kita semua ditambah nikmatnya, katanya harus bersyukur ya Pakde, ada ngg’ Pakde Dalam Al-Qur’an do’a supaya diberi kemudahan, kemampuan untuk bersyukur, soale bersyukur itu sering dilupakan oleh kita semua”, tanya Bude Warsini kepada Pakde Waringin.

Pakde Waringin pun membacakan ayat dalam Al-Qur’an, yakni di ayat 15 suroh al-ahqaaf, “A’udzubillahi mina asy-syaithoni ar-rojimi bismillahi ar-rohmani ar-rohimi, robbi auz’ni an asykuro  ni’mataka allati an’amta alaiyya wa ‘ala walidayya wa an a’mala sholiha tardhohu wa aslihli fi dzurriyati inni tubtu ilaika wa inni mina al-muslimina

 رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿الأحقاف:


"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. Al-Ahqaff ayat 15)

Malam semakin menuju peraduannya. Derai hujan tidak menunjukkan tanda lelah. Sedangkan mata Mas Kelik tak ubahnya ufuk yang ditarik-tarik oleh iblis menuju senja. Melihat Mas Lantip akan terlihat paradok, ia masih berkobar-kobar gairahnya yang ingin terus berusaha memadamkan api keingin tahuannya.

“Ayyo pulang dulu, besok dilanjut, assalamu’alaikum”, Pakde Waringin berpamitan pulang.

“Wa’alaikum salam jawab”, jawab Mas Kelik, Mas Lantip dan Bude Warsini

(Ya Allah, jadikanlah hambamu sebagai hamba yang saleh)

Judul terkait :
# Menjadi muslim yang kaya # menjadi muslim yang bersyukur # menjadi muslim yang bekerja keras # 10 hal keduniawian ini tidak pantas disukai oleh Ulama’







[1] Baca : QS. Al-Baqoroh [2]: 143
[2] Syeikh Muhammad Nawawi Ibnu Umar Al-Jawi, Nashoihul ‘ibad
[3] Gedung yang bagaikan gedung kaisar, kaisar yaitu gelar untuk raja-raja romawi. Rumah yang bagaikan rumah Kisra, yakni Raja persia. Qorun ialah hartawan yang menentang Nabi Musa dan akhirnya ia sendiri ditelan bumi berikut harta kekayaannya. Thalut ialah seorang Raja di masa Nabi Dawud, sedang Jalut adalah raja musuhnya, yang kemudian terbunuh dalam peperangan melawan Nabi Dawud. Marwan bin Hakam, ialah seorang raja dalam dalam Dinasti Umawiyah yang berkuasa setelah Muawiyah II, yaitu tahun 65 H./684 M. Dua orang putra Marwan bin Hakam, Abdul Malik dan Abdul Aziz menurunkan Umar, juga menjadi raja di Syam setelah Sulaiman, saudara sepupunya tersebut”.

[4] Yakni anti melakukan sesuatu dengan jalan pintas. Pemuda harus menjalani proses untuk meraih kenikmatan.
[5] Baca : QS. Al-Humazah [104]
بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ ﴿الهمزة:١

الَّذِى جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُۥ ﴿الهمزة:٢

يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُۥٓ أَخْلَدَهُۥ ﴿الهمزة:٣

كَلَّا ۖ لَيُنۢبَذَنَّ فِى الْحُطَمَةِ ﴿الهمزة:٤

وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا الْحُطَمَةُ ﴿الهمزة:٥

نَارُ اللَّـهِ الْمُوقَدَةُ ﴿الهمزة:٦

الَّتِى تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْـِٔدَةِ ﴿الهمزة:٧

إِنَّهَا عَلَيْهِم مُّؤْصَدَةٌ ﴿الهمزة:٨

فِى عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍۭ ﴿الهمزة:٩


1. Kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela,
2. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung[1600],
3. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
4. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
7. Yang (membakar) sampai ke hati.
8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.

[1600] Maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya Dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah.


[6] Lihat QS. Al-Anbiya’ [21]: 79-82, QS. Shaad [38]:30-40
[7] Baca QS. Al-Baqoroh [2]: 126.
وَإِذْ قَالَ إِبْرٰهِۦمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُۥ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُم بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْءَاخِرِ ۖ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ :
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali".

[8] Baca QS. Adz-Dzariyat [51]: 56.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿الذاريات:٥٦

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”


Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.