Menghadap Kepada Allah dengan hati yang selamat (2)

Esai : 08

Kamis, 14 Desember 2017
Oleh : Marzuki Ibn Tarmudzi


Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi 

Tasawuf adalah ideologi dan tarekat itu institusi yang menaunginya.

Matahari semakin menampakkan sinarnya. Dan embun pagi mulai malu berada diatas dedaunan. Pakde Waringin dan Kang Riyadi juga mulai tidak betah dengan cahaya ultraviolet yang terus mengincarnya. Merekapun berjalan menuju gubuk yang berada di pematang sawah itu. Mereka tampak semakin asyik ngobrolnya. Hal itu mengingatkan tentang kisah Sunan Kalijaga yang diberi  wejangan oleh Sunan Bonang di perahu di tengah lautan. Bedanya Pakde Waringin dan Kang Riyadi berada di gubuk pinggiran sawah, dan mungkin saja ada cacing yang sedang mendengarkan obrolan mereka.

“Sam Soe, Pakde”

Kang Riyadi menawari rokok Dji Sam Soe kepada Pakde Waringin. Dan mereka berdua pun tampak menyalakan dan menikmati Sam Soe di gubuk itu. Dari sekian luasnya sawah yang ada di Kampung Kaligarung itu, hanya Pakde Waringin yang mendirikan gubug. Dulu, sekitar 15 tahun yang lalu, gubug-gubug begitu bertebaran. Entahlah, pemandangan itu sekarang sudah tidak ada. Padahal, penghasilan petani dulu dan sekarang  berbeda jauh. Petani zaman sekarang dalam setahun sudah bisa tanam padi sebanyak tiga kali, sedangkan dulu paling hanya dua kali. Yang menyebabkan petani di kampung kaligarung bisa lebih makmur karena hadirnya waduk Dero yang berada di pegunungan kendeng itu.

“Sebaiknya Kang Riyadi itu mencari guru yang bisa membimbing perjalanan kepada Allah Swt”, nasehat Pakde Waringin.

“Mengapa harus mencari guru, Pakde. Bukankah Nabi Muhammad sudah mewarisi kita Al-Qur’an dan Hadits. Bukankah hanya dengan mengamalkan keduanya, Nabi menjamin muslim tidak akan tersesat”, Kang Riyadi membantah.

Pakde Waringin menjelaskan : “Dulu, ketika zaman Nabi Muhammad Saw, gurunya ya Nabi itu. Beliau yang membimbing sahabat-sahabat untuk tunduk pada ajaran Islam. Guru itu fungsinya banyak, diantaranya ia yang akan mengingatkan kita ketika mbalelo, ndabeleg, nakal. Kan kita ini juga manusia to Kang, jadi ya sebaiknya mencari guru yang bisa menjadi panutan. Guru itu adalah orang yang lebih berpengalaman dalam suluk, berjalan kepada Allah”

Kang Riyadi tampak mengambil nafas dalam-dalam dan menghisap Sam Soenya lagi. Ia kelihatan sekali sedang memikirkan, mempertimbangkan apa yang telah disampaikan oleh Pakde Waringin itu. Ia mulai setuju dengan saran dari Pakde Waringin, hal itu tampak dengan ekspresi senyuman dan manggut-manggut. Fokusnya pikirannya itu berdampak pada latu rokok yang sedari tadi tidak ia buang. Tentu saja problem itu sangat menghawatirkan bagi yang melihatnya. Ya kalau jatuh di tanah, kalau jatuh di celana kan bisa bolong.

Baca Juga :

“Selain mendapatkan bimbingan dari guru, di jam’iyyah toriqoh itu biasanya Kang Ri, nantinya juga akan mendapatkan banyak teman yang bisa menjadi semangat dalam menjalankan suluk, atau perjalan kepada Allah, manfaat teman itu sangat luar biasa Kang, percayalah”

“Lalu, bagaimana kriteria mencari guru pembimbing itu Pakde?”

“Menurut Syeikh Fatkhurohman, kriteria mursyid yang harus diikuti adalah ketika kamu bertemu atau bertatap muka dengannya, hatimu lebih merasa cinta kepada Allah. Sedangkan menurut seorang Mursyid, Prof. Dr. H.S.S. Kadirun Yahya MA. M.Sc, dalam bukunya, Ibarat Sekumtum Bunga Dari Taman Firdaus mengatakan bahwa ada tujuh butir, pertama pilih guru kamu yang mursyid. Kedua, ia adalah kamil lagi mukamil (sempurna lagi menyempurnakan) karena karunia Allah. ketiga, yang memberi bekas pengajarannya, (kalau ia mengajar atau berdo’a, maka berbekas pada murid, si murid berubah menuju kebaikan). Keempat, masyhur kesana kemari. Kawan dan lawan mengatakan “ia seorang guru besar”. Kelima, tidak dapat dicela  oleh orang yang berakal akan pengajarannya, yakni tidak dicela oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits serta ilmu pengetahuan. Keenam, yang tidak kuat mengerjakan yang harus, umpamanya membuat hal-hal yang tidak murni halalnya. Ketujuh, tidak setengah hati akan dunia, karena bulat hatinya. Ia kasih akan Allah, ia bergelora dalam dunia, bekerja keras untuk mengabdi kepada Allah Swt, bukan untuk mencintai dunia”

Pakde Waringin menjelaskan kepada kang Riyadi dengan pelan dan hati-hati. Hati-hati karena yang disampaikan adalah ilmu yang luhur. Hati-hati juga karena karena angin semilir mulai tampak berani menerobos gubuk itu. Hati-hati mengawasi gerak angin jangan sampai keras sebab bisa membahayakan kondisinya di gubug itu. Kenyataan gubug yang sudah lama tidak dipugar memang sangat mengkhawatirkan.

Pakde Waringin melanjutkan : “Syeikh Abu Hasan As-Syadili mengatakan bahwa siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasehatmu”.

Kang Riyadi tampak enjoy sekali mendengarkan wejangan Pakde Waringin. Kelihatannya ia sempat berpikir,”seumpama ada kopi yang legi nan kenthel, mesthi joss”, itu terindikasi dengan body languagenya yang noleh kanan kiri sembari menghisap sam soenya. Meski begitu, Kang Riyadi begitu antusias dengan kuliah gratis di gubug itu.

Pakde Waringin melanjutkan : Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan,”Janganlah berguru pada seseorang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.

“Berarti tasawuf itu suatu ideologi, sedangkan thoriqoh itu institusi yang menaunginya ya, Pakde”

“Tepat sekali!! Ayyo diminum kopinya”

Mereka tampak tertawa bersama. Lha wong di sawah kok nawarin kopi, emangnya warung. Tertawa yang lepas itu membikin suasana tampak lebih greng dan fresh. Dan, kedua orang itu pun dikejutkan dengan munculnya tikus di depan mereka, dengan cepatnya kedua orang itu ingin membunuhnya. Namun tikus itu juga cepat sekali larinya. Mereka berdua mencari kayu dan  memburu tikus itu hingga ke tengah sawah dan mereka berhasil membunuhnya.

Sebelum mereka pulang Pakde Waringin sempat juga menjawab pertanyaan Kang Riyadi,”Apakah jam’iyyah thoriqoh, atau organisasi tarekat itu hanya mengurusi akhirat saja?”. Pakde Waringin pun menjawab : Secara normalnya tarekat lebih fokus pada orientasi akhirat. Yakni, tidak mementingkan duniawi. Baru pada abad-19 muncul pendapat yang sinis terhadap tarekat. Mereka menuduh pengkikut tarekat itu jumud (terbelakang dan tak maju-maju). Kumpulan orang yang tidak revolusioner, tak berani berjuang, dan hanya sibuk mengejar surga untuk dirinya, kata mereka. Faktanya, di Indonesia tarekat adalah spirit perlawanan kolonial. Pengikut tarekat, dalam hal ini tarekat satariyah contohnya, justru merupakan mesin penggerak terhadap perlawanan terhadap kolonial. Perlawanan Diponegoro, Kyai Mojo tampil sebagai pemimpin spiritualnya melawan Belanda. Di Palembang, ada Syeikh Abdul Shomad dengan tarekat sammaniyahnya juga melakukan perlawanan melawan Belanda. Di Afrika utara pun, tarekat juga menjadi motor dalam perlawanan melawan penjajah Inggris dan Spanyol.

(Ya Allah, jadikanlah hambamu sebagai hamba yang saleh)

وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزٰوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِى فَجْوَةٍ مِّنْهُ ۚ ذٰلِكَ مِنْ ءَايٰتِ اللَّـهِ ۗ مَن يَهْدِ اللَّـهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ وَلِيًّا مُّرْشِدًا ﴿الكهف:١٧

Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (QS. Al-Kahfi [18]: 17)

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَآبِّ وَالْأَنْعٰمِ مُخْتَلِفٌ أَلْوٰنُهُۥ كَذٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّـهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ اللَّـهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ﴿فاطر:٢٨

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Fathir [35]: 28

Incoming search : # thoriqoh adalah  # tasawuf adalah # tarekat adalah # ilmu jalan menuju Allah # ijuma

Baca juga yang lain :


Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.