Menjauhi Sikap Hipokrit, Berusaha Menjadi Manusia Yang Kongktret

Esai : 10
Sabtu, 23 Desember 2017
Author : Marzuki Ibn Tarmudzi
 
Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi.
MUNAFEK DAN SOLUSI
Inna Ataa Bika nama perempuan itu. ‘Inna’ saktemene kito, iku ‘ata’ teko, ‘bika’ kelawan siro”, begitulah cara santri mengartikannya. Nama yang jenaka secara gramatika arab itu biasa disapa neng Ina. Secara obyektif, melihat dari sudut pandang fisik lingkar dan tinggi badan, usia, juga rupa yang mirip salah satu personel girl band, Annisa Cherribel, dipastikan adalah kembang desa yang sedang mekar-mekarnya. Specific gesture jalannya yang menjadi potret feminim nan postur berdiri yang benar itu, bikin pemuda-pemuda kampung Kaligarung gagal fokus. Konon sikap seperti itu mulai dikhawatirkan sebab mulai sedikit amblas dikalangan perempuan jaman now.

“Saya ini kagum dengan panjenengan[[1]] ustadz, menurut saya panjenengan ini sudah mencapai level hakikat dalam menjalankan Islam ini”
Suara itu terdengar jelas, ketika neng Ina mengantarkan minuman kopi di ruang tamu. Dua orang sedang bercengkerama, tampak bapaknya neng Ina, ustadz Toha dan tamunya yang lebih dulu terdengar suaranya, Kang Riyadi. Jelas sekali terdengar pertanyaan itu, akankah itu pertanyaan seorang penjilat atau pertanyaan sebagai prolog untuk mengantarkan tema pembicaraan yang diinginkan sipenanya?

BACA JUGA ARTIKEL YANG LAIN:

“Ah, sampean[[2]] iki ngomong opo to, lha wong iman kita ini aja masih perlu dipertanyakan, menjalankan kewajiban Allah, sholat lima waktu itu aja masih diselimuti kemalasan, malahan sholat supaya elektabitasnya naik, kalau begitu kan jelas sangat sedikit dzikir kepada Allah, lha begitu kok mencapai level hakikat, bisa jadi iya ini indikasi ya masih termasuk dalam jajaran orang munafek itu. Inna al-munafiqina yukhodi’unallaha wahuwa khodi’uhum wa idza qomu ila ash-sholati qomu kusala yurouna an-nasi wala yadzkurunallaha illa qolila.[[3]]
Pertanyaan dan jawaban mereka terekam jelas dalam pikiran neng Ina. Yang terngiang, kini bukan soal itu pertanyaan pujian atau sindirin, namun jawaban bapaknya itu juga renungan : kalau-kalau kita ini juga harus merenungi kembali kondisi iman kita ini. Faktanya, mengaku beriman tapi melakukan kewajiban sholat lima waktu saja masih ogah-ogahan. Atau, suatu waktu rajin sekali melakukan sholat tapi ada tendensi keduniawian. Boro-boro selalu mengingat Allah, la wong perintahnya aja diremehkan.
Waktu yang biasanya neng Ina sudah tidur itu, ia masih tepekur di atas ranjang. Kata-kata bapaknya itu tak ubahnya komputer yang baru saja diinstal ulang. Memaksa untuk membuka lembaran kehidupan yang baru; memperbaiki kembali tentang kondisi keimanan. Dalam hati ia pun bertanya, apa ya tanda keimanan seseorang itu? Lalu ia teringat Pakde Waringin pernah menyampaikan hadits perihal itu.
كيف اصبحتم ؟ فقالوا : اصبحنا مؤمنين بالله فقال وما علامة ايمانكم ؟ قالوا : نصبر على البلاء ، ونشكر على الرخاء ونرضى بالقضاء
“Bagaimana keadaanmu di pagi ini?” Para sahabat menjawab: “Di pagi ini kami tetap beriman kepada Allah Swt.” Nabi Saw. Bertanya lagi: “Apakah tanda iman kalian?” Mereka menjawab: “Kami bersabar atas musibah, bersyukur atas kelapangan dan ridho dalam menerima qodho (ketetapan).”
Tidak terasa dalam perenungannya itu ia tertidur. Dalam tidurnya neng Ina bermimpi sedang mendaki gunung tinggi yang bersusah payah sekali mencapai puncak. Di puncak gunung itu, neng Ina sayup-sayup mendengar suara yang tidak asing, seperti suara Pakde Waringin. namun ia masih merasa takut untuk bermuwajjahah[[4]] dengan suara pria berumur itu. Ia hanya mendengarkan suara orang itu dari balik batu:
Jangan-jangan mereka yang hobi sekali bergumul dengan pertambangan, yang mereka membuka lahan yang seluas-luasnya, dengan alat bahan kimia sebagai proses penambangan, bukankah itu punya dampak polusi dalam skala yang besar terhadap lingkungan. Bukankah itu perbuatan yang merusak bumi? Bukankah itu perbuatan orang munafek? Namun mereka berargumentasi itu adalah demi kemanusiaan. “Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan." Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”[[5]]
Bisa juga mereka yang mendukung perpecahan di tubuh masyarakat Indonesia dalam berbagai situsi itu. Mereka menciptakan kegaduhan di media sosial dan di warung-warung. Mereka merasa telah memperjuangkan sesuatu padahan nonsen. “Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, Padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.[[6]]
Mesthinya, mereka juga bisa bermanifestasi menjadi OKB[[7]] yang pelit. Biasanya beralasan : “inikan hasil jerih payah saya, enak sekali yang menerima”. “Makanya, kalau mau punya duit kerja”. Mereka tidak mau menyadari; pikiran, kesehatan jasmani dan rohani itu pemberian Allah, lantas lupa akan perintah Nya. “Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada Kami, pastilah Kami akan bersedekah dan pastilah Kami Termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).[[8]]

Baca Juga Artikel yang lain:

Hati-hati memang, kemunafikan juga terkadang mengejawantah pada sikap kita yang mungkin tidak sengaja mencemooh orang yang dermawan. “Ah! Itu pencitraan”. Atau, ungkapan kita yang bisa juga disengaja : “Jadi orang itu yang banyak duit, biar bisa sedekah. Dasar pemangku tangan!”. “(orang-orang munafik itu) Yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.”[[9]]

Setiap berita yang kita baca di internet, jangan main share aja. Semuanya harus diteliti dulu. Kalau tidak bisa menelitinya mendingan jangan share sembarangan atau, kita masuk menjadi golongan munafek. “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”[[10]]

Hal yang membahayakan adalah ketika Allah membiarkan manusia linglung, kebingungan dalam kesesatan yang nyata. Bayangkan saja, ketika kita tersesat berada di dalam hutan yang sama sekali tiada petunjuk arah sementara bahaya bisa saja datang tak terprediksi. Nah, begitulah juga yang dialami orang munafek di dunia ini, “Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.”[[11]]

Suara orang yang tidak asing itu, sungguh lebih membikin neng Ina semakin membucah hatinya untuk instropeksi diri. Ia pun bertanya-tanya: mengapa orang itu tahu kegelisahanku? Mengapa penyakit kemunafikan begitu dekat dengan saya? Mengapa kemunafikan doyan merajalela? Mengapa virus kemunafikan tidak menjadi perhatian pemerintah? Adakah suntik imun untuk gejala penyakit kemunafikan itu? Adakah punya tempat bagi orang-orang yang munafik itu kelak di akhirat?

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.”[[12]]

Neng Ina tersentak, tiba-tiba suara orang tua yang tidak asing itu menjawab pertanyaan dalam hatinya. Nafasnya semakin kembang kempis tak karuan. Dari puncak gunung itu ia melihat jalanan berliku-liku indah, yang di pinggirnya dikawal pohon-pohon jati. Hatinya masih bertanya, bagaimana jalan keluar bagi orang munafek?

“Kecuali orang-orang yang taubat dan Mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.”[[13]]

Detak jantung neng Ina semakin tak karuan. Ia masih takut di atas gunung itu untuk menemui lelaki sendirian, meski lelaki itu serasa tak asing. Entahlah ini ketakutan atau kekalutan, tanya neng Ina dalam hati. Yang jelas diam-diam ia menuruni gunung itu lagi, dan “aaa”, ia terperosok menyangkut di batang kayu yang roboh. Dan ketika ia membuka matanya ternyata ia jatuh dari atas ranjang tidurnya.


(Ya Allah, jadikanlah hambamu ini sebagai hamba yang soleh dan yang menyampaikan kebenaran dari Mu)
Incoming search:
#munafek # munafik # Hipokrit # oportunis # Cerpen Dakwah # Cerpen Islami # Kampung Kaligarung Karangjati Ngawi Jawa Timur Indonesia.






[1] Bahasa jawa kromo inggil, artinya kamu
[2] Bahasa jawa kromo, artinya kamu
[3] QS. An-nisa’ [4]: 142
إِنَّ الْمُنٰفِقِينَ يُخٰدِعُونَ اللهَ وَهُوَ خٰدِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوٓا۟ إِلَى الصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللهَ إِلَّا قَلِيلًا :١٤٢

[4] Bertatap muka
[5] QS. Al-Baqoroh [2]: 11-12
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا۟ فِى الْأَرْضِ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ :١١

أَلَآ إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ :١٢

[6] QS. An-Nisa’ [4]: 88
فَمَا لَكُمْ فِى الْمُنٰفِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللهُ أَرْكَسَهُم بِمَا كَسَبُوٓا۟ ۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَهْدُوا۟ مَنْ أَضَلَّ اللهُ ۖ وَمَن يُضْلِلِ اللهُ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ سَبِيلًا :٨٨

[7] Orang kaya baru
[8] QS. At-Taubah [9]: 75-76
وَمِنْهُم مَّنْ عٰهَدَ اللهَ لَئِنْ ءَاتَىٰنَا مِن فَضْلِهِۦ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصّٰلِحِينَ ﴿التوبة:٧٥
فَلَمَّآ ءَاتَىٰهُم مِّن فَضْلِهِۦ بَخِلُوا۟ بِهِۦ وَتَوَلَّوا۟ وَّهُم مُّعْرِضُونَ ﴿التوبة:٧٦


[9] QS. At-Taubah [9]: 79
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِى الصَّدَقٰتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ ۙ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿التوبة:٧٩

[10] QS. An-Nur [24]: 11
إِنَّ الَّذِينَ جَآءُو بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُم مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِى تَوَلَّىٰ كِبْرَهُۥ مِنْهُمْ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿النور:١١

[11] QS. Al-Baqoroh [2]: 15
اللهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِى طُغْيٰنِهِمْ يَعْمَهُونَ :١٥

[12] QS. An-Nisa’ [4]: 145
إِنَّ الْمُنٰفِقِينَ فِى الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا :١٤٥

[13] QS. An-Nisa’ [4]: 146
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا۟ وَأَصْلَحُوا۟ وَاعْتَصَمُوا۟ بِاللهِ وَأَخْلَصُوا۟ دِينَهُمْ لِلّٰهِ فَأُو۟لٰٓئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا :١٤٦

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.