Suluk Warung Kopi : Menuntut hak atas kewajiban?

Esai : 13
Cerita Islami, Esai, Daur, Rabu, 27 Desember 2017
من علامة الاعتماد على العمل, نقصان الرجاء عند وجود الزلل
“Di antara tanda-tanda orang yang senantiasa bersandar kepada amal-amalnya, adalah kurangnya ar-raja[[1]], rasa harap kepada rahmat Allah , ketika melakukan kesalahan.”
(Al-Hikam, pasal 1 )[[2]]


Ngopi Dan Ngaji : Suluk Warung Kopi

Al-kisah, Bejo si pengejar cinta. Sudah lama mengejar-ngejar cintanya Yayuk. Konon, segala upaya telah dilakukan si Bejo. Sedangkan Yayuk tak ubahnya gunung kokoh yang tetap tenang meski angin berhembus dengan kencang. Meski begitu si Bejo yakin bisa mendapatkan cintanya si Yayuk dengan jerih payah usahanya itu. Tiba-tiba Yayuk pamit kerja ke Kuba, dan masih meninggalkan misteri bagi Bejo : Apakah ada secuil rasa cinta di hati Yayuk? Dua tahun berlalu, Yayuk pulang dari Kuba sudah membawa calon suami. Bejo pun hancur hatinya. Ia linglung.

“Apa kamu lupa to Jo, bahwa Allah yang membikin segala keputusan?”

Nasehat Pakde Waringin ketika Bejo malam-malam datang ke rumahnya. Ia masih belum bisa menerima kenyataan, jika Yayuk sebentar lagi akan menikah dengan calonnya itu.

“Saya sudah berkorban habis-habisan lo Pakde, untuk Yayuk”

Pakde Waringin tampak mengeluarkan kretek lalu menyulutnya dan menawari Bejo untuk ngudud[[3]] dulu biar pikirannya bisa sedikit rileks. Sesaat kemudian keluar istri Pakde Waringin membawakan dua cangkir kopi.

Baca artikel lain:

 “Kamu itu lo, dari kecil kan sudah sering bergaul di masjid, tapi caramu memandang masalah kok masih sempit begitu to Jo, Jo.”

Bejo hanya bisa diam. Ia berharap sekali Pakde Waringin mendukungnya untuk mendapatkan Yayuk, tapi malah disemprot. Ia tadinya bertekad Pakde Waringin mau memberinya lafadz dzikir supaya Yayuk bisa mengejar-ngejar dirinya.

Pakde Waringin meneruskan: “Manusia itu ibaratnya hanya serpihan debu yang tak berguna Jo. Jadi misalnya kamu berusaha kok terus tidak mendapatkan hasil dari usahamu itu, seharusnya kamu sudah cukup bersyukur sebab oleh Allah masih diberi kesempatan berusaha. Berusaha, bekerja, beramal itu perintah dari Gusti Allah, Jo. Dan hasil itu bukan dari usaha, tapi itu pemberian Allah Ta’ala”

“Ya, Pakde”

“Kopinnya diminum dulu, Jo”

Kesabaran Pakde Waringin mengingatkan sahabat-sahabatnya akan kualitas keimanan memang fenomenal. Entahlah, malahan kemarin Soenandar seharian duduk di depan rumah menunggu orang yang tak jelas, akan mengirim uang satu juta kepadanya. Hingga malam dan pagi lagi orang yang ditunggunya itu tak kunjung datang juga. Pakde Waringinpun mendatangi Soenandar itu, lalu menceritakan duduk persoalannya. Katanya, kemarin pagi Soenandar sedekah kepada fakir miskin seratus ribu. Kata Ustadz Toha di khutbah Jum’ah kemarin, jika beramal akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat.[[4]]

Pakde Waringin tersenyum mendengarkan uraian Soenandar itu. Maklum, Soenandar memang preman pensiun yang wawasan keagamaannya masih cethek[[5]].

“Owalah, Jo Jo, Gusti Allah kamu pikir punya kurir manusia, atau pesen ojek online begitu?”

Mendengar itu, Soenandar masih belum ngeh. Bahkan, ia sempat menuduh kalau ustadz Toha di khutbah itu menipu. Hanya buat-buat kalimat supaya orang mau bersedekah.

“Jangan ngawur kamu Jo. Ayat yang menerangkan pelipat gandaan itu benar. Kamu jangan mendem[[6]] kalau bicara. Hanya cara Allah membalas sedekahmu itu banyak cara Jo. Bisa juga kamu kemarin sore itu mendapat jadwal kecelakaan, tapi karena kamu sedekah, akhirnya jadwal itu dihapus. Atau, bisa jadi bisnis ayammu itu nanti akan diberi kelancaran oleh Allah, atau banyak kemungkinan, Jo”

Soenandar mulai sedikit menerima tentang penjelasan Pakde Waringin itu. Pakde Waringin mengingatkan kepada Soenandar : Beramal itu kudu ikhlas. Jangan berharap akan imbalan Allah. sebab imbalan Allah itu pasti datang. Seperti terbitnya matahari esok hari tidak usah diragukan.

“Kenapa Pakde, kita ini beramal harus ikhlas pada Allah?”, tanya Soenandar.

“Karena semua yang kita miliki ini adalah milik Allah. bahkan rencana kita itu juga Allah yang menghendaki. Ibaratnya, kita ini nebeng di rumah orang, lalu kita disuruh mengantarkan orang itu ke pasar, pake motornya dia, apa pantes kita minta imbalan?, kalau kita waras jelas tidak pantes kan”, jawab Pakde Waringin.

Mengharap surga kepada Allah, karena kita merasa punya amal. Memangnya, kita ini siapa kok berani tawar menawar sama Allah. sadar diri, jika kita ini tidak bisa apa-apa tanpa izin dari Allah[[7]].

“Lantas, penyebabnya apa ya Pakde, saya juga merasakan demikian, merasa harapan kepada Allah itu kurang, saya merasa kalau ingin kaya, ya kerja, kalau ingin pinter ya belajar”, tanya Mas Kelik heran.

“Karena orang seperti kita ini merasa bisa Mas, bisa beramal, bisa bekerja, bisa melakukan ini, melakukan itu, sehingga harapan kita kepada Allah luntur. Padahal sebab dan akibat itu datangnya dari Allah[[8]]

“Tapi kan emang Islam menyuruh hambanya beramal, bekerja to Pakde”

“Iyya, beramal itu perintah, tapi hasil dari amal itu bukan urusan kita, itu urusan Allah. doktrin seperti ini tidak melarang beramal, tapi membuang sikap kita yang merasa punya amal. Kalau kamu menerapkan doktrin ini dalam hatimu, pasti hidupmu lebih enteng Mas. Maka, jika bisnismu gagal, kamu tetap tenang, yang penting kamu sudah berusaha dan usahamu dilihat Allah. dan sudah membikin kemanfaatan terhadap sesama, dan pasti Allah akan mengganti yang lebih baik”

Baca artikel lain:

Orang Islam disuruh bekerja. Di lain sisi, manusia jangan menggantungkan hasil. Sulit, sebab doktrin sejak kecil berlainan dengan tauhid. Sejak kecil, kita ini sering digaungkan kata-kata : kalau kamu tidak sekolah mau makan apa? Atau, kalau kamu tidak bekerja nanti istrimu, mau kamu kasih makan apa?  

“Iyya saya mengerti Pakde, saya ingat kisah perang badar. Secara militer pasukan muslim jauh dibawah kekuatan militer orang-orang kafir. Tapi karena rohman rohim Allah, perang itu dimenangkan muslimin”, Kang Riyadi meramaikan.

“Uih! Amazing”, ujar Kelik

“Oiyya Pakde, saya baru ngeh tentang hadits yang saya dengar kemarin ketika khutbah bahwa Rosul pernah menyampaikan bahwa tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya. Lalu sahabat bertanya kepada Nabi, Sekalipun engkau wahai Rasulullah? Lalu beliau menjawab  bahwa dirinya juga tidak masuk surga tetapi Allah telah memberikan rahmat kepadaku”[[9]].

“Soal ketergantungan manusia. kalau saya bekerja keras pasti berhasil. Kalau saya beramal pasti masuk surga, hal ini ketika dibenturkan dengan tauhid tidak sesuai. Sebab amal itu makhluk. Dan makhluk itu tidak bisa apa-apa.  Sebab dan akibat itu ciptaan Allah. ada suatu waktu kita melihat ada orang yang bekerja keras tapi tidak kaya. Nah, itu bukti ada sebab belum tentu ada akibat. Al-hasil, sebab dan akibat itu datang dari Allah. Segala sesuatu selain Allah, tidak bisa dibikin pijakan. Yang pasti hanya Allah”, Paklik Sumantri meyakinkan.

Pakde Waringin bercerita : Ada salah satu orang bani israel yang tekun ibadah. Tapi Allah memberitahukan kepada jibril, bahwa ia nanti masuk neraka. Jibril pun mengabari orang itu, tapi justru orang itu tidak kaget. Malah bilang “Alhamdulillah”. Jibril pun takjub. Lalu Jibril diberi tahu Allah, kalau orang itu sudah tercatat masuk surga karena ucapan “Alhamdulillah” itu.

 (Ya Allah, jadikanlah hamba sebagai hamba yang soleh)
Incoming search:
# Ikhlas beramal # bertobat # suluk




[1] Ar-raja adalah istilah khusus dalam terminologi agama, yang bermakna pengharapan kepada Allah Ta’ala. Istilah ini dipakai untuk menyifati orang-orang yang mengharapkan kedekatan dengan Allah, untuk taqorrub.
[2] Ibnu Ato`illah Asy-Syakandari, Al-Hikam, Al-Hidayah, Surabaya, hlm. 3.
[3] Ngudud : merokok
[4] QS. Al-An’am [6]: 160
مَن جَآءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَن جَآءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰٓ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ﴿الأنعام:١٦۰

Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

[5] Cethek (bahasa jawa) : dangkal
[6] Mendem : Mabuk
[7] QS. At-Taghobun [64]: 11
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّـهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِاللَّـهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ ﴿التغابن:١١

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.


[8] “Di antara tanda-tanda orang yang senantiasa bersandar kepada amal-amalnya, adalah kurangnya ar-raja[8] (rasa harap kepada rahmat Allah ), ketika melakukan kesalahan.”(Al-Hikam, pasal 1 )

[9] Ada hadits: rasulullah Saw., bersabda: “tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya. ”Ditanyakan, ”Sekalipun engkau wahai Rasulullah?  Beliau bersabda, ”Sekalipun saya, hanya saja Allah telah memberikan rahmat kepadaku” -H.R. Bukhori dan Muslim.

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.